Komitmen
Kafha nggak pernh sepi. Setelah dihajar acara AKSELERASI, PARIPURNA sekarang pementasan theater di TIM menanti didepan mata. Bukan hal yang mudah untuk mengiyakan kesempatan ini. Acara dimulai tanggal 15 dan 17 Januari. Kami hanya punya waktu 12 hari untuk persiapan. Selain itu acara berbenturan dengan jadwal UAS. Selain itu, disini kami dituntut untuk bermain profesional karena ada kontrak yang mengikat. Perdebatan sengit terjadi di Kandang orang, menimbang kemungkinan positif dan negatif yang mungkin terjadi. Keadaan anak-anak Kafha, hingga ke perhitungan matematis mengenai dana.
Malam berikutnya, 5 Januari 2013 (kalau gak salah) anggota Kafha berkumpul di lobby Universitas Paramadina. Aa, mas Mariyo menceritakan semua informasi tentang pementasan di TIM ini. Memang berat untuk menentukan, tidak banyak juga yang berani berkomitmen. Empat belas pemain dan 5 crew (kurang lebih) yang terkumpul. Kami sepakat untuk menerima tawaran ini. Kami berkomitmen.
Latihan hari pertama
Semangat dari setiap pemain masih terasa. Walaupun ternyata yang datang untuk latihan kurang dari 14 orang. Latihan kali ini sedikit berbeda. Eh sangat berbeda malah. Porsi latihan dua kali lipat dari biasanya. Mulai pukul empat sore hingga magrib kami berlatih full fisik. Setelah magrib diteruskan dengan latihan vokal. Gila ini lebih berat dari latihan fisik di klub bulutangkis dulu.
Sayang api semangat hari pertama tidak bertahan lama. Di latihan berikutnya hanya sekitar 12 orang yang datang. Dan merekalah yang bertahan hingga akhir.
Yakin
Cobaan tak berhenti sampai di sini, ketika kami harus mendengar kabar duka dari mas Mariyo bahwa ayah beliau sakit. Mas Mariyo harus pulang ke kampungnya beberapa hari. Dan itu artinya kami harus mandiri. Bukan berjuang sendiri tetapi mandiri. Aku sempat syok, dan pesimis, membayangkan persiapan pentas di Taman Ismail Marjuki tanpa bombingan Mas Mariyo. "Jangan dibayangin, tetapi dilakuin" begitu kata Bejo (Lighting Man). Dari situ aku sadar, aku tidak sendiri. Ada banyak teman, senior yang membantu. Dan kalau aku pesimis sama saja aku mematikan api semangat teman-teman yang lain.
Hingga H-3 kami terus berlatih secra mandiri. Tim artistik, tim produksi semua berjuang untuk mensukseskan pementasa Smudra Masih Biru.
Samudra dan Biru : behind the scene
Memainkan peran dalam teater tak semudah yang dibayangkan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah kita harus bisa jujur. Jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap orang lain. Seperti yang dialami Samudra dan Biru. Smudra yang diperankan oleh Aa Syaepudin -akrab dipanggil aa- sempat merasa pesimis memerankan Smudra. "Sebenarnya Aa pantas nggak sih memerankan tokoh Smudra?". begitu juga Biru yang diperankan oleh Fina Aamiya -akrab dipanggil Fina- aku tertekan memerankan tokoh Biru. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Sedikit menerka, sepertinya mereka belum bisa memisahkan antara probadi diri mereka dengan tokoh yang diperankan.
Mereka belum jujur pada diri sendiri, sehingga masih ada sekat atau benteng yang membatasi. Tanpa disadari hal itu membuat kedua tokoh ini kurang all out dalam berperan.
Seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengerti. Lambat laun Aa dan Fina mulai terbiasa dengan Samudra dan Biru. Tak hanya itu, tali silaturahmi yang tadinya buram lambat laun mulai terjalin. Teater mendekatkan yang jauh.
Muara Angke
Belum lama aku cerita ke temanku "pengen ke laut" dan sekarang aku berada di perbatasan darat dan laut. Kali ini rombongan pemain melakukan observasi ke Muara Angke pusat peradaban para nelayan. Pukul 16.36 WIB kami sampai di muara angke. Ini bukan pantai tempat wisata yang kalian bayangkan. Pelabuhan Muara Angke lebih terlihat mirip pasar ikan. Sebagian orang memakai sepatu boot karen lahan di Muara Angke becek dan amis.
Orang-orang sibuk lalu lalang. Tidak ada yang santai. Teriak sana teriak sini. "Senggol Bacok" mungkin itu ungkapan yang pas untuk menggambarkan keadaan di Muara Angke. Kami terus menyusur ke dalam, tampak seorang abapak-bapak berdiri dengan angkuhnya. Perut gendutm topi sport. Sepertinya dia adalah tengkulak. Di samping kanan banyak kapal-kapal yang sedang tidur. Hari ini cuaca buruk sehingga tidak ada yang melaut. Aku berjalan bersama Ade. Kebetulan kami adalah partner dalam sebuah adegan di pementasan. Kami coba menaiki salah satu kapal dan berbincang dengan beberapa nelayan.
Fakta yang mengejutkan ketika salah satu nelayan berkata "Sekali melaut kami bisa menghabiskan waktu dua bulan." Wow,bukan waktu yang singkat. Yang tak kalah menarik adalah ketika seorang nelayan berteriak ke arahku "Mau ikut melaut neng? lumayan loh bayarannya gede. Tuh kayak mbak-mbak yang di situ (sambil menunjuk seorang gadis yang sedang asik bermain hp)". Realita bahwa ada istri cabutan itu ternyata benar. Ya wajar saja, minimal dua bulan melaut. Siap yang bisa tahan? Mungkin hanya Samudra saja yang bisa tahan dan tetap setia kepada Biru. hihiihi
Reading Dramatik
14 januari 2013 sebelum performing art tanggal 15 nanti, kami menyelenggarakan Pementasan Reading Dramatik di lobby Universitas Paramadina. Ini saatnya kami menguji kemampuan, sampai sejauh mana usaha kami selama ini. Alhamdulillah acara berjalan sukses, kami bisa membawakan cerita Smudra Masih Biru dengan lancar. Dimulai dengan menyanyikan lagu "Cinta", "Eling-Eling" dan reading naskah Smudra Masih Biru hingga akhir. Hampir semua keluarga Kafha datang dan memeberi dukungan. Mahasiswa di luar Kafha pun banyak yang antusisas. Walaupun yang kunanti tak muncul hingga akhir.
Over all, kami sudah menampilkan yang terbaik. Sedikit kejutan membahagiakan di akhir pementasan Mas Mariyo datang di antara kerumunan penonton. Malam itu energi yang hilang datang kembali.
ini dia laskar Reading Dramatik "Samudra Masih Biru"
Performing Art @KIARA
Tanggal 15 Januari kami tim teater Kafha Paramadina berangkat ke KIARA untuk performing art. Tidak semua pemain ikut. Ada aa, kak reni, kak ai, kak aco, kak fina, dan risna. Tim musik, artistik, dan lighting man berangkat bersama kami. Sekitar pukul 16.00 kami tiba di KIARA. Suasana masih sepi. Tim artistik mulai mempersiapkan setting arena pertunjukkan. Pekerjaan kami sempat terhambat oleh hujan. Alhamdulillah hujan segera reda sebelum pementasan.
Hal yang fatal ketika suatu tim tidak dilengkapi dengan dokumntasi. Selama proses persiapan performing art hingga usai tidak ada dokumentasi yang memadai. Terpaksa handphone kak fina menjadi kamera video dadakan. Performing art berjalan sukses, tepuk tangan riuh penonton mengakhiri perform kami. Ligthing yang dramatik, dan gerakan-gerakan absurd khas Theater membungkam penonton. Ditambah lagi adegak serius tetapi konyol Sng Dewa Ruci yang diperankan oleh kak AI menjadi puncak interset penonton.
Perform berlangusng kurang lebih 15 menit. Sayang handphone kak vina hanya mampu bertahan 10 menit saja. Dan parahnya, file video dokumentasi gagal tersimpan. Hp kak vina error. Hanya tersisa bebrapa foto potongan adegan di kamera hp kak Ihsan. Itupun sebagian terhapus. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran kami dan kalian. bahwa dokumentasi sangatlah penting.
Pantang mundur! Babat Habis!
Pagi ini seharusnya kami latihan di gedung TIM tetapi karen abeberapa kendala terpaksa kami berlatih di Selasar Aula Nurcholish Madjid. Latihan kali ini sudah lengkap dengan bloking dan lighting. Aku sangat menikmati malam ini. Adegan per adegan berjalan semestinya, dan hidup.
Rintangan tak selesai sampai ditutupnya Gedung TIM. Di pertengahan adegan pukul 21.58 seluruh listrik daerah Gatot Subroto mati. Lighting Man (Bejo) berteriak menantang takdir "Aaaarrghhh Sbotase ini!" Gumaman kekecewaan memenuhi Selasar. Bukan Tim Teater namanya kalau gampang menyerah.Kami bergerak cepat, lampu mobil terpaksa kami gunakan untuk lighting darurat. Sungguh luar biasa semangat malam itu.
17 Januari 2013 : BANJIR
Malam hari H aku bersama beberapa crew dan pemain merencanakan strategi untuk hari esok, karena Koordinator tim Artistik sakit dan tidak bisa ikut berjuang. Kami yang ada terpaksa mengambil alih dan memulai dari awal.
Pukul 06.44 WIB kami tiba di Gedung Teater Kecil TIM. Aku bersama kak Ihsan, kak riki, mas Mariyo dan Bejo menjadi tim pertama yang memasuki gedung ini. Memang rencana awal kami mulai mempersiapkan artistik panggung pagi ini.Lagi-lagi alam tidak berpihak kepada kami. Ketika kak Riki dan Bejo kembali ke Paramadina untuk mengambil keperluan setting dan menjemput tim kedua mereka dihadang banjir. Rencana awal pukul 09.00 WIB kami mulai setting panggung,cek sound, cek lighting dan diperkirakan selsai pukul 14.00. Tapi pagi itu, Jakarta tenggelam. Banjir dimana-mana. Bahkan di depan gedung TIM pun banjir. Aku, mas Mariyo dan kak Ihsan terjebak dalam ketidak pastian. Menunggu para pemain dan tim yang tak kunjun datang. Rundown persiapan semua berantakan.
Hingga akhirnya pukul 12.00 mereka datang. Kami semua bergerak cepat untuk persiapan. Hanya dua hal yang ada dalah hati kami Semangat dan Yakin.
17 Januari 2013 : Pementasan
Akhirnya tiba saatnya dimana panggung menjadi penentu. Mas Mariyo sebagai sutradara hanya mengantarkan saja. Kamilah yang bertanggung jawab menyelamatkan pertunjukkan. Aku sedikit tegang. Disini kerendah hatianku diuji dan mungkin pemain lain juga. Sebelumnya aku sempat lalai. Aku tidak bisa menjaga hati, hingga kahirnya ada miss ketika opening. Bukan saatnya untuk kecewa, aku terus maju.
Adegan per adegan telah terlewati. Suara tepuk tangan penonton, komentar-komnetar lucu terlontar dai penonton. Meskipun dari panggung yang megah ini aku tak bisa melihat wajah penonton dengan jelas tapi aku merasakan merek menikmati.
Tepuk tangan penonton yang riuh mengakhiri pertunjukkan kami. Terharu ketika mendengar ada beberapa penonton yang menangis di akhir adegan. Alhmadulillah kami berhasil memebawakan Lakon Samudra Masih Biru.
2 comments:
jadi terharu...hehe
ehehe, makasih banyak mas maio
Post a Comment