Sunday, November 4, 2012

Sintamu, Sintaku - by Nanang Hape

Sebuah tafsir kisah Ramyana

Sinta diculik Rahwana, bertahun - tahun menakar kesetiannya sendiri. Rama terhalang laut, samudra , membangun tambak, jembatan yang acap runtuh digetaskan curiga. Berabad - abad, berdua mereka terkepung oleh, dulu Raksasa Alengka dan kini julang gedung-gedung berdinding kaca.

Rahwana mati, Sinta kehilangan penculik, Rama kehilangan musuh, lalu kisah pun mulai dijejakkan di tanah.
Peraduan, tengkar diam-diam yang lebih bising dari amuk mesin-mesin yang tak henti diciptakan, gelora yang lebih pasang dari ombak laut malam purnama.

Yayasan Tunanetra

Dua pemain jinbei, delapan pemain angklung, empat pemain biola, dua pemain seruling, satu basis, satu gitaris. Merdu dan indah.
Awalnya aku mendengarkan lagu-lagu yang mereka mainkan dari tangga samping, Gedung Kesenian Jakarta. Theater mulai jam 20.00, masih tersisa setengah jam untuk bersantai. Lagu dari orkes di atas terus mengalun. Indah. Rasa penasaran yang kuat medorongku untuk naik ke atas beranda.
Subhanallah ... semakin terasa indah. Mereka- para pemain orkes- tak seberuntung aku. Walaupun mereka punya keterbatasan fisik, semangat berkaryanya tak juga hilang. Semangat melestarikan budaya Indonesia, lewat dentuman musik yang mereka hasilkan. Disini aku masih menunggu teman, sambil mendengarkan alunan lagu dari orkes yayasan tunanetra.

Sintamu,Sintaku

Gong ke tiga telah berbunyi. Kini beranda sepi, semua masuk ke ruang theater. Woooww!!! Baru kali ini aku melihat panggung pertunjukkan yang begitu megah. Dikelilingi pilar-pilar tebal, kokoh, khas bangunan jaman penjajahan. Tirai merah memisahkan kami para penikmat dan para pemain.
Protokol membuka pertunjukan.
Sosok piaway, santai, tampan dan sederhana muncul sambil mengalunkan lagu-lagu bahasa Jawa yang lucu -menurutku. Sayang aku lupa lirik pastinya. Oh ternyata beliau yang bernama Nanang Hape. hhihihihi, nama yang tak lazim.
Ini pertama kalinya aku menyasikan pertunjukan Wayang Urban. Bukan wayang biasa. Ada dua layar disana. Dalang utama mas Nanang, dan dua dalang lain. Cerita yang mungkin kalau di pelajaran sewaktu SD menjadi salah satu cerita yang membosankan bagiku. Wayang Urban ala mas Nanang, memberikan warna lain. Tiga tokoh, Bagong (sekaligus pemusik -bass-), Gareng (sekaligus pemusik -drum-), dan Petruk berhasil membuat para penonton tertawa terpingkal.
Tetap fokus pada alur cerita. Simple , ringan. Tanpa mengurangi esensi cerita. Celetupan-celetupan rakyat awam membuat hangat suasana. Kepiawaian mas Nanang membawakan alur cerita membuat saya _dan semoga semua penikmat- merasa nyaman dan menikmati pertunjukan tanpa ada beban. Relax, tapi ngena.
ininih fotoku bersama sang dalang Mas Nanang Hape :*


Ada Tiga Sinta

Kalau kamu menyaksikan pertunjukan sebagai orang awam dunia theater, seperti aku pasti bingung. Ada tiga Sinta di sana. Yang mana Sinta yang sebenarnya? Semua Sinta benar. Dalam satu pementasan , mas Nanang menafsirkan kembali cerita Ramayana ke dalam kehidupan jaman sekarang. Dan kalu kamu memperhatikan ada lebih dari tiga Sinta di sana. WOW! Tetapi semua memiliki latar masalah yang hampir sama, dan dirangkum dalam satu panggung. Seru deh!! Sebagai para Sinta -lebih jelasnya yang sedang mengalami krisis kesetiaan terhadap pasangan- pertunjukan ini bisa menjadi obat, cermin, hoburan, mungkin bisa juga anda menangis di tengah pertunjukan

Statment teakhir dari Sinta by Nanang Hape

Dua jam sudah menganga terpesona. Perut dikocok, hati dikoyak, pikiran terefresh. Dan yang paling tidak terlupakan adalah ENDINGNYA.
Kalimat yang diucapkan Sinta, ternyata berhasil mewakili suara hati para wanita di kursi penikmat. Ekspresi setuju, sedih, kagum,  semua terpancar bebarengan di akhir kalimat yang dilontarkan oleh Sinta. Kurang lebih begini isinya
"Bukannya aku takut menebrangi lautan api itu mas, tetapi aku takut menjadi orang lain ketika sudah melewatinya."
Sebenarnya aku juga tak begitu mengerti. Tapi tepat di akhir kalimat, hatiku menjerit. AKUUU SETUJUUUU! Mungkin bagi orang awam seperti aku, lebih baik menonton langsung. :)
adegan paling ciamik, Sinta yang tak percaya bahwa Rama nya kembali.


Mas Mariyo oh Mas Mariyo

Malam minggu yang idah, dan semua pengalam yang kudapatkan tak lepas dari kebaikan Mas Mariyo. Cuma bisa nyengir ketika malam itu AA Saepudin akrab dipanggil AA bertanya "Abhim gak ikut nonton Bang Maiyo (Mas Mariyo) pentas di GKJ"
Mau aa, mau bangeeeettttttt. tapi apa daya, nasib anak kos yang uang sakunya pas-pasan. Pasti berfikir beratus-ratus kali untuk mengeluarkan uan 50.000.  Di hari H, cuma bisa diam di kosan sambil membayangkan pertunjukan itu.
Entah bagaimana caranya, aku mendapan kesempatan khusus nonton Bang Maiyo perform. Gratiiiiissssss.
Bnag Maiyo oh Bang Maiyo, jasamu takkan terlupa.
tuh yang paling depan sbelah kanan. Itu malaikat kami "Mas Mariyo" dia dapat peran jadi monyet-monyetnya Rama. hohohoh.

-buat videonya nyusul yah, susah ngeuplodnya-

Gedung Kesenian Yogyakarta - Sintamu, Sintaku.


No comments:

Post a Comment